Sabtu, 04 Februari 2012

Intro to Reliability

Reliability : An Introductory Note

By :: Ahmad Taufik

Kata “reliability” terjemahan Indonesianya adalah kehandalan, reliable berarti handal. Kadang arti dan makna katanya tertukar dengan kelayakan / layak (yang berarti feasibility / feasible).

Namun definisi formalnya dari reliability adalah : peluang sebuah komponen, sub-sistem atau sistem melakukan fungsinya dengan baik, seperti yang dipersyaratkan, dalam kurun waktu tertentu dan dalam kondisi operasi tertentu pula.

Karena mengandung komponen peluang, maka secara inheren didalamnya ada masalah statistik termasuk : 1. Uncertainty, 2. Probability, 3. Probability Distributions (Weibull, Normal, Exponensial, Log-normal, dsb).

Karena mengandung komponen “melakukan fungsi dengan baik”, maka didalamnya secara inheren pula terdapat faktor kegagalan sistem. Sebab peluang kegagalan dari sebuah mesin (misalnya) adalah



kebalikan dari peluang kehandalannya seperti digambarkan dalam ekspresi matematik (cumulative damage/failure distribution function) sbb :

Pf (t) = 1 – R(t) atau R(t) = 1 – Pf(t)

Jadi jika kehandalan sebuah mesin adalah R =90%, maka peluang kegagalan cumulativenya adalah Pf = 10%, atau sebaliknya.

Reliability mengandung komponen waktu, artinya sebuah komponen yang reliable sekarang belum tentu reliable satu tahun kemudian jika ada : 1) mekanisme kerusakan yang beroperasi (”operative damage mechanism”) dan 2) dengan laju kerusakan tertentu (misalnya laju korosi atau aus 0.01 mm/year).

Reliability mengandung faktor komponen atau sub-sistem, artinya untuk mengevaluasi sebuah sistim yang lebih besar (terdiri dari subsistem atau kompenen), maka relabilty masing-masing komponen penunjang haruslah dihitung terlebih dahulu baru kemudian dijumlahkan (atau dikalikan) sesuai dengan hubungan seri, paralel (atau keduanya) dengan mengacu pada teori penjumlahan / kombinasi peluang (De Morgan’s Rule, Bayes Theorem, dsb). Dari sini terlihat bahwa teori reliability kadang-kadang melibatkan perhitungan matematika / statistika yang rumit.

Berbicara reliabilty juga sama artinya dengan berbicara risk (resiko), sebab risk didefiniskan sebagai :

Risk = Probability of Failure X Consequency of Failure

Jadi salah satu komponen risk adalah kebalikan dari reliability (Probability of Failure), oleh sebab itu jika bicara reliability selalu dikaitkan dengan risk.

Di perguruan tinggi teori reliability diajarkan di Teknik Mesin, Teknik Sipil, Tekik Elektro/Fisika dan Teknik Industri. Jika berbicara dari sisi teknik sipil, reliability diajarkan untuk melihat kehandalan sebuah struktur menerima beban tanpa mengalami kegagalan, yakni dengan menggunakan limit state concept (Load Vs Resistance). Analisis reliability dilakukan dengan menggunakan FOSM (first order second moment, atau lainnya) dan Monte Carlo Simulation untuk yang lebih advanced. Dengan reliability dapat ditentukan, secara statistik, remaining life dari struktur,

Jika berbicara dari sisi teknik mesin, reliability dapat berarti melihat kehandalan sebuah mesin (rotating machine) melakukan fungsinya tanpa mengalami kegagalan. Dalam bahasa tekni mesin reliability biasanya dikaitkan dengan konsep maintenance seperti MTBF (mean time between failure), atau RCM (Reliability-centered Maintenance), suatu konsep maintenance yang relatif baru di Indonesia. Dengan reliability dapat ditentukan, secara statistik, remaining life dari komponen mesin sehingga dapat dijadwalkan program repair, replacement, dll.

Jika berbicara dari sisi teknik industri / manufaktur, reliability berarti menjalankan program QC dan QA, yakni sampai tingkat kehandalan berapa % produk harus dihasilkan agar memenuhi standar costumer sekaligus masih dalam batas cost effective. Software reliability adalah kehandalan sebuah program komputer untuk menjalankan fungsinya dengan baik, akurat, bug-free, dalam kurun waktu tertentu.

Jika berbicara reliability dari sisi kimia dan metalurgi, berarti berbicara kegagalan logam (komponen mesin atau struktur), failure rate, failure mode, dan failure analysis dari aspek yang lebih mikro (fatigue, brittle fracture, corrosion, dsb). RBI (Risk Based Inspection) adalah salah satu metoda yang sedang trend di Industri untuk mengevaluasi risk (risk leveling, ranking & mapping) untuk pressurized stationary vessel / equipment. Inspeksi kemudian diarahkan pada komponen / section yang memiliki risk dengan score tertinggi.

Jika berbicara dari sisi teknik fisika / elektro / komputasi, reliability berarti menjalankan program QC dan QA, yakni sampai tingkat kehandalan berapa % produk harus dihasilkan agar memenuhi standar costumer sekaligus masih cost effective atau bagaimana memilih jenis instrumen plus lokasi pemasangannya (control valve in piping system misalnya) agar reliability sistem dapat dijamin 99%. Bidang teknik industri juga mengolah data maintenance lebih kuantitatif (MTBF, MTTR, dsb).

Bagaimana Aplikasi Reliability di Indonesia ?
Aplikasi reliability di industri Indonesia masih cukup sulit karena reliability dalam pengertian yang lebih luas merupakan masalah budaya dari para pelakunya. Kebiasaan : critical and creative thinking, independent opinion, honesty and integrity, professionalism, competency, serta masalah administrasi seperti detailed and structured documentation, detailed record, dll, belum tumbuh baik disini, karena kita adalah jenis masyarakat yang ingin serba cepat, ingin serba mudah, asal jadi, tidak suka jelimet / detail, masih menyukai filsafat “breakdown maintenance”, dsb. Sehingga masih perlu waktu untuk membangun sistim reliability dalam pengertian yang lebih luas dari pada hanya sekedar perhitungan statistik semata. So, Reliability (similar to Quality) is not just a science or technology BUT, in a broader sense, IT IS A CULTURE.


luckyss

Menarik nih membicarakan RCM, kalau tidak salah RCM itu ( menurut Moubray) dibuat untuk menjawab 7 pertanyaan mengenai reliabiity (7 apa 9 ?? saya tidak hapal betul).

Setahu saya...metode apa-pun yang ada sekarang, baik ; PPM (Preventive Predictive Maintenance), RCM, maupun RBI, semuanya adalah suatu PROSES untuk melahirkan program maintenance yang tepat guna.

Mengapa ?, saya ambil contoh : pompa cooling water.
Akan ada beberapa alternative metode yang bisa dipakai seperti :
1). Break down maintenance (bhs kerennya "Run to fail"... sangat cocok untuk pompa air di-rumahan)
2). Preventive maintenance ( Oops.. jangan sebut-sebut "preventive" karena sering rancu.. maka lebih baik kita sebut sebagai "Scheduled Maintenance" or "Time Based Maintenance").
3). Predictive maintenance
4). Condition based maintenance
5). ??? (Misalnya ada lagi)

Nah... kadang kadang kita sering bingung untuk memilih metoda apa yang cocok ("Apalagi sudah ada embel-embel optimisasi maintenance cost"--> lebih rumit lagi). Untuk itu maka kita perlukan suatu Tools untuk menentukan alternative/metode yang cocok untuk menjaga kehandalan pompa cooling water tersebut.

Misalnya pompa tersebut di review dengan metode RCM...dengan menjawab 7 pertanyaan (seperti di tulis oleh Mr. Moubray)... bisa aja hasilnya adalah "Oooh..rupanya pompa ini cukup di overhaul per 6 bulanan saja, engga perlu 3 bulan seperti yang biasanya".


negarikarunia

Diskusi tentang RCM sangatlah menarik, karena saat ini sepengetahuan saya hanya perusahaan penerbangan yang menerapkan metode ini, (dan juga PT. PLN). Saat ini kami juga sedang mengerjakan konsultansi yang berhubungan dengan RCM ini. Dari yang saya tahu RCM adalah SALAH SATU manajemen perawatan yang digolongkan kedalam sistem perawatan terencana (planned maintenance system). Konsep dasarnya adalah mempertahankan fungsi dari salah satu sistem, sehingga segala upaya perawatan yang dilakukan adalah untuk menjaga agar sistem tetap berfungsi sesuai persyaratan.

Metodologi adalah sbb.:
System selection dan collection data
System boundary definition
System description & Functional block diagram
System Functions and Functional failure
FMEA
Decision Tree Analysis
Task Selecton


Bambang Sugiharta


Mas Taufik dan Mas Budi,
Materi diskusi mengenai RCM (Reliability Centered Maintenance); RBM (Reliability Based Maintenance); Risk Based Maintenance (RBM); TPM; etc akan menarik lagi kalo digabung dengan Vibration/Machine Condition Monitoring System termasuk didalamnya Oil Analysis. Karena titik inilah yang dijadikan dasar untuk meningkatkan reliability critical equipment di sebuah plant. Mungkin perlu dipikirkan seseorang yang bisa menjadi moderator untuk bidang ini. Saya yakin ini akan banyak peminatnya karena pada suatu plant; pada saat biaya produksi cenderung naik, harga jual cenderung turun, maka biaya maintenance-lah yang diakali supaya efisien dan turun. Visi orang kemudian bergeser kepada Maintenance sebagai profit center. Ada yang mau nambahi? Monggo?


A. Taufik.


Pak Bambang Yth,
Memang betul ujung tombak dari predictive maintenance/conditioning monitoring / RCM adalah :
1. Vibration Monitoring
2. Oil / Lubrication Monitoring amd Analysis
3. Thermal / Heat Monitoring

Bidang keahlian diatas sangat spesifik, namun keuntungan kalau ada ahlinya (dan bersedia menjadi moderator) diskusi akan semakin tajam. Idealnya mereka adalah yang punya background teknik mesin / teknik fisika.


Ananto.Wardono

Dear Pak Bambang Sugiharta,

Kalau tidak salah dimailing list ini ada Mas Anas Rosyadi dari Tiara Vibrasindo. Saya kira beliau competent dibidang CBM/RBM karena saya sempat beberapa kali diskusi masalah ini dengan beliau.

Kalau untuk TPM saya ada beberapa softcopy dan kebetulan kita disini implement system tersebut.


Anas Rosyadi


Dear Pak Ananto, Pak Bambang dan All Migas...

Mohon maaf telat nimbrung, kebetulan hari ini baru balik dari luar kota...

Memang menarik sekali pada saat kita membahas ttg RCM, RBM dan konsep reliability lainnya, ujung2nya kita diharuskan untuk men'STABIL'kan equipment yg ada di Plant kita. Sederhana tujuannya : mesin / equipment jalan trs sesuai dgn fungsinya, dan dgn biaya operasi seminim mungkin. Sebagus apapun konsep reliability kalau tdk ada dukungan dari pihak manajemen (boss), maintenance, operasi, produksi, marketing, sales, engineering, manufacturing dan quality assurance, konsep tsb akan berakhir dgn tumpukan paper di atas meja hehehe...jadi ngelantur sedikit. Konsep RCM / RBM dibuat adalah utk mengintegrasikan maintenance sebagai bagian dari Plant Profitability. RBM sendiri merupakan suatu sistem / bussiness process, gabungan antara:
- PM (Preventive Maintenance - time based),
- PdM (Predictive Maintenanace - condition based monitoring / CBM) dan,
- PAM (Proactive Maintenance - Root Cause / Failure Analysis Based).

Dari ketiga hal di atas, PdM atau Condition Based Monitoring (CBM) menjadi pivot point-nya. Komponen CBM ya macem2 :
- Vibration analysis
- Tribology (Oil & wear particle analysis)
- Infrared thermography
- Precision alignment and balancing
- Motor stator analysis
- Motor current signature analysis
- Ultrasonics

Aplikasi dari metode tsb di atas tentunya beda-beda. Idealnya memang semua metode di atas digabungkan secara bersama, sehingga bisa digunakan untuk mendeteksi, diagnosis, konfirmasi, analisis root cause serta koreksi & dokumentasi suatu permasalahan secara komprehensif. Namun dgn adanya keterbatasan dana, sumber daya dll, biasanya org akan implementasi dgn hal2 yg sederhana dulu misal, vibration monitoring tp cuman nilai overall-nya atau on-site oil analysis. Paradigma selama ini, dgn membeli vibration analyzer, IR camera, dll semua permasalahan beres seketika. Boss akan bilang : saya sudah belikan alat tetapi downtime masih tinggi! Iya itu yg diharapkan pihak manajemen, tp kenyataan di lapangan butuh waktu yg lama utk bisa menjalankan program CBM dan mendapatkan COST BENEFIT dr program tsb. Mungkin Mas Ananto bisa cerita ttg aplikasi on-site oil analysis di unilever, atau Pak Dodi Said cerita ttg aplikasi vibration monitoring utk rotating equipment & reciprocating machine monitoring di caltex - bekasap, atau mas Eira or Mas Imam (ikutan nggak ya di milist ini?)di Vico...

Saya setuju dgn Pak Bambang bahwa maintenance seharusnya tdk lg dipandang sbg cost center tetapi merupakan profit center. Salah satunya ya menerapkan CBM utk meningkatkan relialibity dan optimize maintenance system yg sedang berjalan.

Kalau kita bicara secara detail dan mengangkat persoalan CBM, ya akan sangat panjang dan tentunya menarik sekali. kalau didaulat jadi moderator, gimana ya...hehehe..soalnya masih ada guru saya Pak Komang Bagiasna, Pak Zainal Abidin di Lab. Dinamika ITB yg lebih mumpuni dari saya ttg soal vibrasi dll, namun sepertinya beliau belum bergabung dgn milist kita ini. Mas Budhi mungkin bisa mengundang beliau utk bergabung dgn milist ini. Kalo memang ada diskusi ttg vibration related problem, case history ataupun CBM lainnya, dgn senang hati saya akan ikutan nimbrung kok...


idly

Dear Pak Anas,

Mau komentar sedikit nih, semua yang dikatakan rekan - rekan adalah satu pemikiran yang tepat searah dan tidak berbeda. Satu hal yang paling penting dari management reliability adalah " Cost effective and Efficient " di segala bidang yang berinteraksi dan berconvergency satu dengan yang lain pada suatu industri bukan hanya maintenance, tentunya konsep cost disini sangat luas, saya yakin rekan2 telah paham.Maka dari itu akan lebih tepat dinamakan Total Quality Maintenance ( TQM ) yang merupakan bagian dari Total Quality Management ( TQM...juga ). Mengenai mekanisme secara umum baik RCM / RBM atau bidang management reliability lainnya tak lain adalah Continues Improvement sehingga tercapainya tujuan management yaitu Customer Satisfaction.

Sekarang kalau anda ditanya, Apakah anda telah puas dengan perusahaan anda ? Dalam hal apa ? Bidang apa ? Bagaimana anda mengukurnya ? seberapa besar ukuran kepuasan anda ?
Bagaimana anda mengendalikannya dan lain sebagainya ? Mungkin anda harus membaca buku " Balance Score Card ", nanti akan lebih menarik lagi.


anas

Dear Pak Iwan,

Saya setuju, tdk mungkin menjalankan program tanpa berinteraksi dgn bidang lain. Begitu pun dgn implementasi program reliability. Khan tentunya ada vision casting di saat awal yg melibatkan antar departemen. Kadang2 yg saya temui di lapangan maintenance seolah2 ditempatkan di bawah org produksi, CMIIW.

Kalau ditanya ttg tingkat kepuasan ya akhirnya relatif. sesuatu yg tdk terukur khan susah memanage-nya. Balance scrore card dll khan ujung2nya utk mendapatkan 'nilai terukurnya' utk bisa memanage dgn baik. mungkin Mas Iwan bisa cerita ttg balance score card utk mengukur tingkat kepuasaan karyawan di tempat Anda bekerja? kalau nggak salah isu ini pernah dibahas di milis ini.


Waskita Indrasutanta

Saya juga mau ikut nimbrung dari sudut pandang I&C (Instrument & Control).

Saat ini marak berbagai vendor I&C mengembangkan OPAM (Online Plant Asset Management) software: Smar dengan AssetView, Emerson dengan AMS, dsb. sebagai 'tool' untuk maintenance group bisa melakukan PAM (Proactive Maintenance). Sebetulnya istilah 'Asset Management' lebih tepat kalau dikatakan sebagai 'Field Device Management Tool' sesuai dengan arti sebenarnya. Dengan OPAM software, smart field device information dan diagnostics bisa dianalisa untuk keperluan maintenance operation. Beberapa OPAM software sudah menggunakan teknologi XML, sehingga personel maintenance bisa mengakses informasinya menggunakan Internet Browser pada jaringan intranet IT tanpa mengganggu PCS (Plant Control System).

Selain Plant device database (range, last calibration date, material, spec device, dsb.), informasi diagnostics seperti wetted process temperature, control valve total travel dan total stroke, air supply pressure dan positioner output pressure (untuk control valve pneumatic actuator), dsb.
Kita juga bisa memberikan setpoint yang akan mentrigger alarm kepada maintenance, seperti instrument yang mana process temperature melebihi rating; control valve yang sudah berjalan mendekati waktu maintenance (total travel dan total stroke), control valve yang macet, atau sticky (positioner output pressure high pada posisi tertentu), atau air supply pressure low, atau diaphragm actuator yang bocor; dsb. Dimana sebelumnya tanpa bantuan OPAM, hal-hal diatas tidak bisa diketahui sampai device breakdown.

Saat ini berbagai OPAM software mendukung hampir semua jenis fieldbus (FF, HART, ProfibusPA); sayangnya masih bersifat proprietary --> artinya, OPAM software hanya mendukung produk dari vendor pengembang OPAM. Untungnya para pakar dan vendor sudah sepakat untuk membuat OPAM yang 'open' dengan FDT (Field Device Tool) - semacam OPC Server untuk Field Device Information atau open multidevice dan multiprotocol untuk maintenance dan device information. Kemudian kita akan mendapatkan open OPAM yang disebut sebagai DTM (Device Type Management) sebagai aplikasi FDT client. Pada saat itu, semua device yang sudah mempunyai FDT dengan protocol apapun (FF, HART atau ProfibusPA) bisa menggunakan satu DTM software yang juga bisa di-integrasikan ke MMS (Maintenance Management System) ataupun ERP (Enterprise Resource Planning) secara keseluruhan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar